Rabu, 13 April 2022

PENGENDALIAN HAMA TIKUS DENGAN METODE GROPYOKAN TIKUS

Prabumulih,

Tikus sawah ( Rattus argentiventer ) merupakan hama utama tanaman padi dengan efek kerusakan yang terjadi mulai dari fase persemaian, fase generative hingga fase penyimpanan di gudang, dengan kerusakan kuantitatif yaitu penurunan bobot produksi akibat dikonsumsi tikus hingga kerusakan kualitatif yaitu adanya kontaminasi kotoran maupun mikroorganisme lainnya yang terbawa oleh tikus. Rata-rata tingkat kerusakan tanaman padi akibat serangan hama tikus ini mencapai 20-50% per tahun. Pengendalian hama ini relatif lebih sulit karena sifat biologi dan ekologinya yaitu tubuhnya yang flesksibel, mudah beradaptasi, mudah beradaptasi, mudah berkembangbiak dengan sifat prolifik yaitu beranak lebih dari 5 ekor dengan waktu kebuntingan yang singkat yaitu 21-24 hari serta memiliki tempat persembunyian yang sulit dijangkau manusia. Hama tikus selalu menimbulkan masalah karena pengendalian yang tergolong terlambat. Petani biasanya mulai mengendalikan atau membasmi setelah terjadi serangan. Selain itu, ledakan populasi tidak dapat diantisipasi sebelumnya karena monitoring yang lemah sehingga menyebabkan kerugian yang besar. Tak jarang juga pengendalian dilakukan terbatas, tidak berkelanjutan, dan terkadang terjadi ketidakkompakan antar petani serta masih melekatnya mitos kedaerahan. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang murah hingga yang mahal. Beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya dengan pengasapan atau pengomposan dengan alat alfostran yang merupakan alat peledak berbentuk corong yang tertutup diisi dengan belerang atau solfatara, pembuatan rumah burung hantu sebagai hewan pemangsa tikus sawah, penggropyokan dengan melakukan kegiatan gotong royong petani dalam memberantas tikus dan menggunakan umpan beracun atau perangkap tikus. Pengendalian tikus sawah dengan menggunakan racun atau pengemposan dinilai kurang diminati oleh masyarakat karena biaya yang dikeluarkan cenderung lebih mahal dibanding dengan penggropyokan. Gropyokan merupakan salah satu teknik pengendalian hama tikus di areal persawahan dengan memburunya secara langsung, melalui pembongkaran lubang-lubang aktif yang dicurigai sebagai sarang tikus. Gerakan pengendalian (gerdal) hama tikus di kota Prabumulih terus gencar dilakukan ditingkat kelompok tani dengan sistem gropyokan seperti yang dilakukan perkumpulan kelompok tani di Kelurahan Payu Putat Kecamatan Prabumulih Barat dan beberapa warga sekitar. Sebekum melakukan gerakan pengendalian hama tikus diawali dengan pertemuan membahas teknik, alat, dan bahan yang digunakan dalam pengendalian hama tikus, pengendalian hama tikus tersebut dihadiri beberapa pejabat di lingkungan tempat gropyokan, penyuluh pertanian diwilayah binaan, petugas POPT, beberapa kelompok tani dan warga sekitar. Kegiatan Gropyokan tikus selain memiliki tujuan utama dalam membasmi hama tikus juga memiliki kebermanfaatan lain. Kearifan lokal ini menumbuhkan sikap gotong royong antar para petani dan sebgai ajang silaturahmi. Kegiatan gropyokan tikus memiliki dimensi moral karena pelaksanaannya tidak dapat dilakukan secara individu sehingga gaya hidup gotong royong dan tolong menolong tergambar dalam etika kearifan lokal petani dalam pemberantasan tikus metode ini. Penyuluh pertanian Kelurahan Payu Putat mengatakan bahwa " kegiatan gerakan pengendalian atau gerdal ini merupakan upaya dalam menekan populasi hama tikus dengan pengemposan dengan menggunakan racun alpostran dan memberikan umpan tikus berupa gabah dicampur dengan racun tikus Ratcell 80 WP. Imbuhnya, kami berharap ke pemerintah pusat dan provinsi dapat menyediakan sarana dan prasarana seperti rodentisida, fektisida, dan herbisida untuk pengendalian hama tikus, gulma dan penyakit di areal pertanian itu sendiri.

0 comments:

Posting Komentar